Dunia keuangan sedang menunggu-nunggu satu keputusan yang akan membentuk jalannya ekonomi global. Pada minggu pertama Desember 2025, Federal Reserve (The Fed) akan mengadakan pertemuan penting untuk memutuskan apakah akan melanjutkan pemotongan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, atau memilih untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini. Keputusan ini bukan sekadar angka di atas kertas ini akan mempengaruhi jutaan keputusan finansial dari individu, bisnis, hingga pemerintah di seluruh dunia.
Pemangkasan suku bunga ketiga kali ini akan menandai momentum penting dalam siklus pelonggaran kebijakan moneter global. Jika terjadi, The Fed akan menurunkan suku bunga dari kisaran 3,75%-4,00% menjadi 3,50%-3,75%, membawa biaya pinjaman ke level terendah sejak 2022. Data menunjukkan bahwa probabilitas pemotongan suku bunga pada Desember mencapai 87,4% berdasarkan CME FedWatch Tool pada awal Desember 2025, menunjukkan ekspektasi pasar yang sangat kuat.
Dampak dari keputusan ini akan terasa di mana-mana dari harga properti hingga biaya cicilan kendaraan, dari nilai tukar rupiah hingga aliran investasi asing ke Indonesia. Mari kita telusuri apa yang sedang terjadi di balik layar pengambilan keputusan The Fed, mengapa keputusan ini begitu penting, dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi kehidupan finansial kita.
Pemahaman Dasar Apa Itu Suku Bunga Acuan Federal Reserve
1. Suku Bunga Federal Funds Rate dan Peranannya
Untuk memahami signifikansi keputusan The Fed, kita perlu memahami apa sebenarnya yang disebut dengan suku bunga acuan Federal Reserve. Suku bunga acuan, yang secara resmi disebut Federal Funds Rate (FFR), adalah suku bunga di mana bank-bank komersial memberikan pinjaman kepada satu sama lain untuk kebutuhan overnight mereka. Meskipun terdengar teknis, suku bunga ini adalah fondasi dari seluruh sistem keuangan Amerika dan mempengaruhi jutaan transaksi finansial setiap hari.
Suku bunga acuan ini sangat penting karena semua suku bunga lainnya di ekonomi dari bunga hipotek, pinjaman mobil, hingga suku bunga deposito secara langsung atau tidak langsung terikat dengan suku bunga acuan The Fed. Ketika The Fed menaikkan suku bunga acuan, semua suku bunga di ekonomi cenderung naik. Sebaliknya, ketika The Fed menurunkan suku bunga acuan, semua suku bunga di ekonomi cenderung turun.
2. Peran The Fed dalam Memandu Ekonomi Amerika
Suku bunga acuan adalah alat utama yang digunakan The Fed untuk memandu ekonomi Amerika. Dengan menyesuaikan suku bunga, The Fed dapat mempengaruhi beberapa aspek penting dari ekonomi:
- Pengendalian Inflasi: Ketika inflasi terlalu tinggi, The Fed menaikkan suku bunga untuk membuat pinjaman lebih mahal dan mengurangi pengeluaran. Ini membantu menekan kenaikan harga.
- Mendukung Pertumbuhan Ekonomi: Ketika ekonomi melambat dan pengangguran meningkat, The Fed menurunkan suku bunga untuk membuat pinjaman lebih murah dan mendorong pengeluaran serta investasi.
- Menjaga Stabilitas Pasar Keuangan: The Fed juga menggunakan suku bunga sebagai alat untuk mencegah bubble atau krisis keuangan.
Yuk simak bagian berikutnya untuk memahami perjalanan suku bunga The Fed selama tiga tahun terakhir.
Perjalanan Suku Bunga The Fed Dari Krisis Pandemi ke Normalisasi
1. Periode Pengetatan Agresif 2022-2024
Untuk memahami keputusan The Fed pada Desember 2025, kita perlu melihat konteks historis. Pada Maret 2022, The Fed memulai siklus kenaikan suku bunga yang sangat agresif. Ini adalah respons terhadap lonjakan inflasi yang tidak terduga setelah pandemi COVID-19. Selama periode 2022-2023, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 525 basis poin (5,25%) dalam waktu kurang dari dua tahun.
Ini adalah salah satu periode pengetatan moneter terakselerasi dalam sejarah modern. Suku bunga acuan mencapai puncaknya pada 5,25%-5,50% pada September 2023, level tertinggi sejak krisis keuangan global 2008. Periode pengetatan ini sangat menyakitkan bagi banyak orang. Hipotek menjadi sangat mahal, bisnis kecil menghadapi biaya pinjaman yang membengkak, dan pertumbuhan ekonomi melambat signifikan.
Namun, pengetatan ini diperlukan untuk mengendalikan inflasi yang telah menyebabkan harga makanan, energi, dan barang-barang lainnya melonjak drastis.
2. Transisi Menuju Pelonggaran Pertemuan September 2024 Hingga Oktober 2025
Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 9,1% pada puncaknya menjadi di bawah 3%, The Fed mulai membuka pintu untuk pemotongan suku bunga pada Desember 2024 dan Januari 2025. Namun, pemotongan saat itu hanya sebesar 25 basis poin langkah yang sangat hati-hati.
Sepanjang 2025, The Fed telah membuat beberapa keputusan penting:
| Periode | Keputusan | Suku Bunga | Alasan |
|---|---|---|---|
| Februari 2025 | Tahan | 4,25%-4,50% | Monitor kondisi pasar tenaga kerja |
| April-Juni 2025 | Tahan | 4,25%-4,50% | Inflasi masih di atas target |
| September 2025 | Potong 25 bps | 4,00%-4,25% | Risiko pada pasar kerja meningkat |
| Oktober 2025 | Potong 25 bps | 3,75%-4,00% | Pasar tenaga kerja melemah |
| Desember 2025 | ? | Mungkin 3,50%-3,75% | Bergantung pada data ekonomi |
Periode ini menunjukkan pendekatan The Fed yang sangat calculated tidak ingin terburu-buru menurunkan suku bunga, tetapi juga ingin memberikan bantuan kepada perekonomian.
Situasi Ekonomi Saat Ini Pertimbangan di Balik Keputusan Desember
1. Kondisi Pasar Tenaga Kerja yang Melemah
Salah satu faktor terbesar yang mendorong pemotongan suku bunga adalah melemahnya kondisi pasar tenaga kerja Amerika. Data terbaru menunjukkan beberapa tanda-tanda pelemahan yang signifikan:
- Kontraksi Manufaktur: Institute for Supply Management (ISM) melaporkan bahwa sektor manufaktur AS telah berkontraksi selama sembilan bulan berturut-turut. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur November 2025 mencapai 48,2, menunjukkan kontraksi yang berkelanjutan.
- Pertumbuhan Lapangan Kerja Melambat: Data ketenagakerjaan menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang melambat sepanjang 2025, dengan tingkat pengangguran yang sedikit meningkat tetapi masih relatif rendah.
- Investor Khawatir tentang Pasar Kerja: Christopher Waller, Gubernur The Fed, menyatakan bahwa pasar tenaga kerja saat ini lemah dan mendekati kecepatan macet. Ini adalah pernyataan yang sangat significant dari pejabat Federal Reserve.
Kekhawatiran tentang pasar tenaga kerja ini adalah alasan utama mengapa banyak pejabat The Fed ingin melanjutkan pemotongan suku bunga di Desember mereka ingin memberikan dukungan kepada ekonomi sebelum situasi pasar kerja memburuk lebih lanjut.
2. Inflasi yang Menunjukkan Tanda-Tanda Pengendalian
Di sisi positif, inflasi telah menunjukkan tren penurunan yang konsisten dan menandakan pengendalian yang berhasil dari pemotongan suku bunga sebelumnya:
- Inflasi Konsumen Menurun: Inflasi tahunan di Indonesia, misalnya, menurun ke 2,72%, dengan year-to-date inflasi di 2,27%. Data dari Amerika juga menunjukkan tren penurunan inflasi yang serupa.
- Ekspektasi Inflasi Stabil: Penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi konsumen tetap stabil, yang berarti masyarakat tidak khawatir inflasi akan melonjak kembali.
- Harga Komoditas Stabil: Harga minyak dan komoditas lainnya menunjukkan stabilitas, tidak ada lonjakan harga yang mengkhawatirkan.
Pengendalian inflasi ini memberikan ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga tanpa khawatir akan memicu kenaikan inflasi baru.
3. Pertumbuhan Ekonomi yang Moderat
Aktivitas ekonomi AS telah berkembang dengan laju moderat, tidak terlalu cepat tetapi juga tidak terlalu lambat. The Fed memproyeksikan pertumbuhan GDP sebagai berikut:
-
2025: 1,6%
-
2026: 1,8%
-
2027: 1,9%
Pertumbuhan ini dianggap sehat dan sustainable, meskipun tidak setinggi rata-rata historis. Dengan pertumbuhan ini, The Fed merasa cukup percaya diri untuk melanjutkan pemotongan suku bunga tanpa risiko overheating ekonomi.
Perdebatan Internal Dua Kubu di Dalam Federal Reserve
1. Kubu Yang Khawatir tentang Inflasi
Meskipun tren inflasi menunjukkan penurunan, masih ada kelompok pejabat Federal Reserve yang sangat khawatir tentang risiko inflasi yang persisten. Mereka memiliki argumen yang kuat:
Susan Collins, Presiden Federal Reserve Bank of Boston, menyatakan bahwa berdasarkan percakapannya dengan berbagai kontak bisnis di New England, kekhawatiran tentang harga yang tinggi masih sangat terasa di masyarakat. Bahkan meskipun inflasi telah menurun, harga tetap tinggi dan ini menciptakan tekanan psikologis pada konsumen.
Jeffrey Schmid, Presiden Federal Reserve Bank of Kansas City, juga mengkhawatirkan inflasi. Dalam laporannya, Schmid menyebutkan bahwa kekhawatiran tidak hanya datang dari tarif impor yang mungkin akan diterapkan pemerintah, tetapi juga kenaikan biaya kesehatan, premi asuransi, dan listrik. Kekhawatiran ini adalah tentang tren inflasi yang mungkin tidak segera hilang.
Kubu ini berargumen bahwa mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini (sekitar 3,9%) akan membantu memastikan inflasi terus menurun secara konsisten.
2. Kubu Yang Khawatir tentang Pasar Tenaga Kerja
Di sisi lain, ada kelompok yang lebih khawatir tentang kondisi pasar tenaga kerja yang melemah. Gubernur Christopher Waller memimpin kubu ini dengan argumen yang compelling:
- Pasar Kerja Melemah: Data menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat dan tingkat pengangguran meningkat. Jika tren ini berlanjut, ekonomi bisa mengalami resesi.
- Tugas The Fed adalah Dual: The Fed memiliki dua tugas utama menjaga inflasi tetap di sekitar 2% dan memaksimalkan pekerjaan. Ketika pasar tenaga kerja melemah, The Fed harus memprioritaskan dukungan terhadap lapangan kerja.
- Pemotongan Suku Bunga Diperlukan: Dengan menurunkan suku bunga, The Fed dapat membuat pinjaman lebih murah, mendorong bisnis untuk berinvestasi dan mempekerjakan lebih banyak orang.
Kubu ini percaya bahwa pemotongan suku bunga di Desember adalah langkah yang tepat untuk mendukung pasar tenaga kerja yang terancam.
3. Ketidakpastian dan Kemungkinan Dissent
Ketidakpastian ini mencerminkan tingginya derajat ketidakpastian ekonomi saat ini. Ada beberapa faktor yang membuat sulit bagi The Fed untuk mengambil keputusan yang jelas:
Dampak Tarif: Pemerintah mungkin akan menerapkan tarif impor yang signifikan, yang bisa memicu inflasi. Namun, belum jelas berapa besar dampaknya.
Perkembangan AI: Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) bisa transformatif untuk ekonomi, tetapi belum jelas berapa cepat dampaknya akan terasa.
Kebijakan Imigrasi dan Pajak: Perubahan dalam kebijakan imigrasi dan pajak bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tetapi dampaknya masih sangat uncertain.
Analisis dari Evercore ISI memproyeksikan bahwa akan ada dissent yang tinggi (perbedaan suara) dalam pertemuan The Fed pada 9-10 Desember, yang merupakan kejadian yang sangat langka sejak era 1992. Ini menunjukkan tingginya ketidakpaksian di antara pejabat Federal Reserve.
Data Ekonomi Terbaru Sinyal Sinyal Penting untuk Keputusan Desember
1. Data Manufaktur yang Melemah
Data manufaktur adalah salah satu indikator terpenting yang diperhatikan oleh The Fed. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan bahwa sektor manufaktur AS telah mengalami kontraksi selama sembilan bulan berturut-turut. Ini adalah tren yang sangat mengkhawatirkan.
Purchasing Managers’ Index (PMI) November 2025 mencapai 48,2, lebih lemah dari proyeksi 48,6. Nilai di bawah 50 menunjukkan kontraksi. Data ini menunjukkan bahwa:
-
Pesanan manufaktur menurun: Bisnis tidak membeli sebanyak bahan baku seperti biasanya
-
Lapangan kerja manufaktur tertekan: Pabrik mengurangi jumlah pekerja
-
Harga input meningkat: Biaya produksi tetap tinggi meskipun output menurun
Tren ini adalah alasan kuat bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga untuk memberikan stimulasi kepada sektor manufaktur yang sedang berjuang.
2. Data Inflasi yang Lebih Terkendali
Sebaliknya, data inflasi menunjukkan perkembangan yang lebih positif. Badan Pusat Statistik Indonesia melaporkan bahwa IHK naik 0,17% secara bulanan pada November, lebih rendah dari Oktober sebesar 0,28%. Ini menunjukkan pertumbuhan inflasi yang melambat.
Jika kita lihat inflasi tahunan, tren juga menunjukkan penurunan dari level tertinggi 9,1% tahun lalu ke sekitar 3% saat ini. Tren ini memberikan ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga tanpa khawatir akan memicu inflasi baru.
3. Keterbatasan Data karena Government Shutdown
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi The Fed adalah keterbatasan data ekonomi yang akurat akibat government shutdown yang terjadi di awal Oktober 2025. Jerome Powell, Ketua The Fed, sangat bergantung pada data untuk membuat keputusan disebut data dependent.
Laporan pekerjaan terakhir yang tersedia adalah data Agustus, dan data inflasi untuk September. Ini berarti The Fed membuat keputusan dengan informasi yang ketinggalan sekitar 2-3 bulan. Ketidakpastian ini membuat keputusan menjadi lebih sulit.
Dampak Potensial Pemotongan Suku Bunga pada Pasar Global
1. Dampak pada Pasar Saham
Ketika suku bunga diturunkan, biaya pinjaman bagi perusahaan menjadi lebih murah, yang dapat meningkatkan profitabilitas mereka dan mendorong harga saham naik. Reaksi pasar saham AS terhadap dua pemotongan suku bunga sebelumnya telah positif, dengan indeks saham mencapai rekor tertinggi.
Namun, volatilitas pasar tetap tinggi karena ketidakpastian tentang apakah The Fed akan terus memangkas suku bunga atau akan berhenti di Desember. Jika The Fed memberikan sinyal bahwa pemotongan di Desember adalah yang terakhir, bisa terjadi koreksi saham.
2. Dampak pada Nilai Tukar dan Investasi Asing
Suku bunga yang lebih rendah akan membuat aset yang denominated dalam dolar AS menjadi kurang menarik bagi investor. Ini dapat menyebabkan aliran dana asing keluar dari Amerika ke negara-negara dengan suku bunga yang lebih tinggi, seperti Indonesia.
Data menunjukkan bahwa rupiah telah menguat ke Rp16.624 per dolar AS, ditopang probabilitas 87,4% pemangkasan suku bunga Fed pada Desember. Penguatan rupiah ini mencerminkan ekspektasi pasar yang kuat tentang pemotongan suku bunga.
3. Dampak pada Pasar Emerging Markets seperti Indonesia
Untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, pemotongan suku bunga The Fed memiliki implikasi yang sangat signifikan:
- Aliran Dana Asing: Ketika suku bunga AS turun, investor asing cenderung mencari return yang lebih tinggi di negara berkembang, mengalirkan dana ke pasar saham dan obligasi Indonesia.
- Stabilitas Nilai Tukar: Dengan ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed, rupiah cenderung menguat terhadap dolar AS, yang baik untuk importir tetapi tidak baik untuk eksportir.
- Ruang untuk Bank Indonesia: Pemotongan suku bunga The Fed memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk juga menurunkan suku bunga tanpa khawatir akan menyebabkan capital outflow yang besar.
Bank Indonesia telah memanfaatkan kesempatan ini dengan menurunkan suku bunga acuan mereka sebesar 75 basis poin sepanjang 2025, dari 5,75% menjadi 5,00% pada September. Langkah Bank Indonesia ini sejalan dengan tren global pelonggaran moneter dan dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
Skenario Kemungkinan Apa Yang Bisa Terjadi di Pertemuan Desember?
1. Skenario 1 Pemotongan 25 Basis Poin (Probabilitas 87,4%)
Skenario yang paling kemungkinan adalah The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke kisaran 3,50%-3,75%. Ini akan konsisten dengan dua pemotongan sebelumnya dan mencerminkan kekhawatiran The Fed tentang pasar tenaga kerja yang melemah.
Dalam skenario ini:
-
Suku bunga hipotek akan turun menjadi lebih menarik bagi calon pembeli rumah
-
Cicilan kendaraan akan menjadi lebih terjangkau
-
Biaya pinjaman bisnis akan turun, mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja
-
Pasar saham kemungkinan akan naik dengan optimisme
-
Rupiah akan terus menguat terhadap dolar AS
Namun, dalam skenario ini, akan ada dissent yang tinggi dari beberapa pejabat The Fed yang khawatir tentang inflasi. Ini akan memberikan sinyal kepada pasar bahwa pemotongan suku bunga kemungkinan akan berhenti setelah Desember.
2. Skenario 2 Mempertahankan Suku Bunga (Probabilitas 12,6%)
Skenario alternatif adalah The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini 3,75%-4,00% dan tidak melakukan pemotongan di Desember. Ini akan terjadi jika data ekonomi yang baru dirilis menunjukkan perbaikan pasar tenaga kerja atau peningkatan inflasi yang mengkhawatirkan.
Dalam skenario ini:
-
Harga saham akan jatuh karena investasi mengharapkan pemotongan suku bunga
-
Rupiah akan melemah terhadap dolar AS
-
Ekonomi Indonesia akan menghadapi tekanan dari capital outflow
Kemungkinan skenario ini adalah 12,6%, sangat rendah berdasarkan CME FedWatch Tool.
3. Skenario 3 Pemotongan dengan Sinyal Hawkish (Probabilitas Sedang)
Ada kemungkinan ketiga yang sangat menarik: The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, tetapi Jerome Powell memberikan sinyal yang “hawkish” (cenderung restrictive) dalam konferensi pers, menunjukkan bahwa pemotongan ini kemungkinan akan berhenti dan tidak akan ada pemotongan lebih lanjut pada 2026.
Analisis dari beberapa economist menunjukkan bahwa ini adalah jalan tengah yang paling mungkin dari The Fed memberikan pemotongan yang diharapkan pasar sambil memberikan warning bahwa pemotongan sudah berakhir.
Dalam skenario ini:
-
Pasar saham akan naik pada hari pengumuman, tetapi bisa jatuh kembali dalam beberapa hari karena sinyal “hawkish”
-
Rupiah akan menguat dalam jangka pendek tetapi bisa melemah dalam jangka panjang
-
Bisnis akan memiliki clarity bahwa suku bunga sudah mencapai level “terminal rate”
Implikasi untuk Indonesia Ekonomi, Investasi, dan Keputusan Pribadi
1. Dampak pada Ekonomi Indonesia
Keputusan The Fed pada Desember akan memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia:
- Aliran Investasi Asing: Jika The Fed memotong suku bunga seperti yang diharapkan, akan ada aliran dana asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi Indonesia untuk mencari return yang lebih tinggi.
- Pertumbuhan Ekonomi: Dengan dukungan dari aliran dana asing dan kebijakan pelonggaran dari Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan tetap di atas 5% di 2026.
- Stabilitas Nilai Tukar: Penguatan rupiah yang dipicu oleh ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed akan membantu stabilitas keuangan domestik.
Namun, Risiko Tetap Ada Jika terjadi berbalik arus modal (capital reversal) di masa depan, itu bisa menekan stabilitas keuangan domestik.
2. Dampak pada Keputusan Investasi Pribadi
Bagi investor individual di Indonesia, keputusan The Fed memiliki beberapa implikasi praktis:
- Saham: Jika The Fed memotong suku bunga, expected return dari saham akan meningkat karena profit growth akan dipicu oleh suku bunga yang lebih rendah. Ini bisa menjadi waktu yang baik untuk menambah posisi saham.
- Obligasi: Harga obligasi akan naik ketika suku bunga diturunkan. Ini adalah saat yang baik untuk selling bonds atau mengalihkan dari bonds ke aset lain.
- Deposito: Suku bunga deposito akan turun mengikuti penurunan suku bunga acuan. Ini mungkin waktu yang tepat untuk mengalihkan dana dari deposito ke investasi lain dengan return yang lebih tinggi.
- Asuransi dan Investasi Jangka Panjang: Dengan suku bunga yang lebih rendah, produk asuransi dengan return fixed akan memberikan yield yang lebih rendah. Ini perlu dipertimbangkan dalam perencanaan keuangan jangka panjang.
3. Dampak pada Keputusan Pinjaman
Keputusan The Fed juga akan mempengaruhi keputusan tentang pinjaman:
- KPR (Cicilan Rumah): Jika suku bunga hipotek turun, ini adalah waktu yang baik untuk refinancing atau membeli rumah jika Anda sudah merencanakan untuk membeli.
- Cicilan Kendaraan: Suku bunga kredit kendaraan juga akan turun, membuat pembeli kendaraan lebih terjangkau.
- Pinjaman Bisnis: Bisnis kecil dan menengah akan mendapat benefit dari suku bunga kredit yang lebih rendah, membuat ekspansi bisnis lebih terjangkau.
Proyeksi Pemotongan Suku Bunga di Masa Depan Apa Berikutnya Setelah Desember?
1. Proyeksi The Fed untuk 2026 dan Seterusnya
Konsensus pasar dan proyeksi The Fed menunjukkan bahwa setelah pemotongan Desember, tidak akan ada pemotongan lebih lanjut di kuartal pertama 2026. The Fed kemungkinan akan “pause” (berhenti) untuk melihat bagaimana ekonomi berespons terhadap pelonggaran yang telah terjadi.
Namun, jika ekonomi melambat atau pasar tenaga kerja melemah lebih lanjut, maka pemotongan bisa dilanjutkan pada kuartal kedua atau ketiga 2026.
2. Skenario Jangka Panjang
Mayoritas konsensus Bloomberg memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga total 75 basis poin lagi di 2026, jika inflasi tetap terkendali dan pertumbuhan ekonomi melambat. Ini akan membawa suku bunga ke level sekitar 2,75%-3,00% pada akhir 2026.
Namun, ini bukan kepastian. Jika inflasi naik kembali atau ekonomi terbukti lebih kuat dari yang diproyeksikan, The Fed bisa berhenti memotong dan bahkan kembali menaikkan suku bunga.
Tujuh Poin Penting tentang Keputusan Fed Desember
-
Probabilitas Pemotongan 25 Basis Poin Tinggi: Berdasarkan CME FedWatch, peluang pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember adalah 87,4%, menunjukkan ekspektasi pasar yang sangat kuat.
-
Pertimbangan Utama: Pasar Tenaga Kerja vs Inflasi: The Fed tengah mempertimbangkan antara risiko pasar tenaga kerja yang melemah (pro pemotongan) dan risiko inflasi yang persisten (anti pemotongan).
-
Data Manufaktur Melemah: Kontraksi manufaktur selama 9 bulan berturut-turut adalah sinyal kuat bahwa ekonomi memerlukan dukungan kebijakan moneter yang lebih longgar.
-
Inflasi Semakin Terkendali: Meskipun masih di atas target 2%, inflasi menunjukkan tren penurunan yang konsisten, memberikan ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
-
Kemungkinan Dissent Tinggi: Beberapa pejabat The Fed kemungkinan akan tidak setuju dengan pemotongan, mencerminkan tingginya ketidakpaksian di antara pembuat kebijakan.
-
Dampak Global Signifikan: Keputusan The Fed akan mempengaruhi aliran modal global, nilai tukar, dan pasar saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
-
Sinyal tentang Masa Depan Penting: Bagaimana Jerome Powell mengkomunikasikan sinyal tentang pemotongan di masa depan akan menjadi sama pentingnya dengan keputusan itu sendiri dalam mempengaruhi ekspektasi pasar.
FAQ Pertanyaan Umum tentang Keputusan Fed
Q1: Kapan tepat pertemuan FOMC The Fed yang akan menentukan suku bunga pada Desember?
A: Pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) Federal Reserve akan diadakan pada tanggal 9-10 Desember 2025. Pengumuman keputusan diharapkan keluar pada sore waktu AS atau pagi waktu Indonesia pada tanggal 10 Desember. Jerome Powell kemudian akan mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan keputusan dan memberikan guidance tentang kebijakan moneter di masa depan.
Q2: Berapa suku bunga acuan The Fed saat ini dan berapa yang akan dijadi jika dipotong di Desember?
A: Suku bunga acuan The Fed saat ini adalah 3,75%-4,00% (hasil dari pemotongan di Oktober 2025). Jika The Fed melakukan pemotongan 25 basis poin di Desember seperti yang diharapkan, suku bunga akan turun menjadi 3,50%-3,75%. Ini akan menjadi level terendah sejak 2022, memberikan stimulus yang signifikan kepada ekonomi Amerika.
Q3: Bagaimana suku bunga acuan The Fed mempengaruhi suku bunga hipotek dan cicilan di Indonesia?
A: Suku bunga acuan The Fed tidak secara langsung menentukan suku bunga di Indonesia, tetapi memiliki pengaruh kuat. Ketika The Fed menurunkan suku bunga, ini membuat investasi di dolar AS menjadi kurang menarik, mendorong investor untuk mencari return di negara berkembang seperti Indonesia. Ini meningkatkan supply uang di Indonesia, yang membuat bank-bank domestik menurunkan suku bunga kredit dan KPR mereka. Namun, pengaruh ini tidak immediate biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan untuk fully terasa di pasar Indonesia.
Q4: Mengapa beberapa pejabat The Fed menentang pemotongan suku bunga meskipun inflasi sudah turun?
A: Beberapa pejabat The Fed khawatir bahwa menurunkan suku bunga terlalu cepat bisa memicu inflasi yang naik kembali. Susan Collins (Presiden Boston Fed) dan Jeffrey Schmid (Presiden Kansas City Fed) berargumen bahwa meskipun inflasi rate turun dari 9%, harga tetap tinggi dan ada risiko inflasi persisten dari tarif impor, biaya kesehatan, dan utilitas. Mereka berpendapat bahwa mempertahankan suku bunga yang sedikit lebih tinggi akan membantu memastikan inflasi tetap terkendali. Ini mencerminkan perhitungan risk-benefit yang kompleks dalam kebijakan moneter.
Q5: Apa arti “dissent” dalam keputusan The Fed dan mengapa itu penting?
A: “Dissent” adalah ketika anggota FOMC tidak setuju dengan keputusan mayoritas dan memilih untuk vote tidak setuju. Selama dekade terakhir, dissent jarang terjadi. Namun, untuk pertemuan Desember 2025, analyst memproyeksikan akan ada dissent yang tinggi—mungkin 3-4 anggota tidak setuju dengan pemotongan. Ini penting karena dissent yang tinggi menunjukkan ketidakpaksian di antara pembuat kebijakan dan bisa memicu volatilitas pasar serta uncertainty tentang arah kebijakan di masa depan.
Kesimpulan Mengapa Keputusan Fed Minggu Depan Sangat Penting
Pada minggu pertama Desember 2025, dunia akan menunggu dengan berhitung-berhitung untuk mendengarkan apa yang akan diputuskan oleh Federal Reserve. Keputusan untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 3,50%-3,75% bukan sekadar angka teknis ini adalah simbol dari pergeseran fundamental dalam kebijakan moneter global yang akan mempengaruhi jutaan keputusan finansial.
Perjalanan The Fed dari pengetatan agresif pada 2022-2023 ke pelonggaran saat ini mencerminkan perubahan prioritas dari pengendalian inflasi yang “whatever it takes” menjadi balanced approach yang mempertimbangkan kedua dunia: inflasi dan pekerjaan.
Dampak dari keputusan ini akan terasa di mana-mana:
-
Di portofolio investasi Anda ketika pasar saham bereaksi
-
Di cicilan KPR atau kendaraan Anda ketika suku bunga bank turun
-
Di value dari rupiah Anda ketika investasi asing masuk dan keluar
-
Di keputusan Bank Indonesia untuk kebijakan moneter domestik
-
Di pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan ketika aliran dana asing meningkat
Namun yang terpenting untuk dipahami adalah konteks yang lebih besar The Fed tidak mengambil keputusan ini dengan percaya diri penuh. Ada ketidakpaksian nyata di antara pejabat Federal Reserve tentang apakah ini adalah keputusan yang benar. Ini tercermin dalam proyeksi dissent yang tinggi dan dalam wording yang hati-hati dari Jerome Powell.
